Top Guidelines Of Andy Utama: Petani yang Selalu Belajar
Top Guidelines Of Andy Utama: Petani yang Selalu Belajar
Blog Article
Yaa... Semacam horor gitu sih. Membayangkan ada berapa banyak orang yang dulu pernah mati karena sistem tanam paksa dan jadi buruh cangkul di sekitar rel kereta tempo dulu.
Ke-Indonesia-an yang dihadirkan Ong dalam setiap esainya menjadi petunjuk tentang pilihannya. Dia sangat memahami bahwa Indonesia sama penting dengan Belanda atau negeri lain dalam gerak sejarah peradaban. Ong berjasa menempatkan sejarah Indonesia sejajar dengan perkembangan sejarah negeri lain. Itu jelas disampaikan Achdian di hampir semua bagian buku ini. Ong sendiri menilai tidak ada perkembangan yang tunggal dalam sejarah. Fokus studi doktoral Ong tentang Madiun pada abad ke-19, misalnya, banyak mengungkap aspek menarik tentang apa yang terjadi di Jawa dan Eropa pada waktu yang sama.
Anda mengikuti langkah-langkah tersebut, Anda mengubah garasi menjadi rumah minimalis yang bergaya dan nyaman. Konsep arsitektur trendy memberikan nuansa baru dan fungsional pada rumah yang dulunya hanya digunakan untuk menyimpan kendaraan. Anda memaksimalkan ruang yang tersedia dengan desain within yang cerdas dan efisien.
Ilmu pengetahuan diperlukan untuk memastikan praktik pertanian organik yang sehat dan ramah lingkungan, tetapi pengetahuan praktis, kearifan yang terakumulasi, serta pengetahuan tradisional juga sangat penting sebagai solusi yang telah terbukti efektif.
Dengan konsep agroforestri, Arista Montana juga membantu menjaga lingkungan dengan menanam pohon di antara lahan pertanian, mencegah erosi tanah, meningkatkan kelembaban udara, dan memberikan habitat bagi satwa liar.
249 arsitekmodern.com ~~ Mengubah garasi menjadi rumah minimalis yang trendy dapat menjadi solusi kreatif untuk menghadapi keterbatasan ruang. Di tengah keterbatasan lahan dan harga properti yang terus meroket, memanfaatkan garasi sebagai tempat tinggal menjadi pilihan yang cerdas.
Kalau baca cuplikannya ini kaya surealis mistik yang mungkin penuh metafora tentang perspektif penulisnya dalam memandang hidup. Menarik.
Di Indonesia sendiri, sekarang sejumlah kelompok petani sudah mulai intens menggeluti dan mengembangkan sistem pertanian organik.
Untuk dinding, Anda bisa menggunakan cat yang cerah atau panel kayu untuk menciptakan kesan all-natural. Bahan kaca juga bisa digunakan untuk jendela besar atau pintu geser agar terkesan lebih terbuka dan terang.
Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.
Saat memilih Indonesia, Ong mungkin telah berpikir jauh ke depan. Namun, jika menarik benang informasi lebih lanjut merah esai Ong, juga isi buku ini, pilihan Ong bisa dipahami. Kecintaan Ong terhadap Indonesia, dengan segala kritik di dalamnya, tercermin dalam tuturan Achdian. Ong mungkin tidak asal tunjuk ketika harus memilih Indonesia. Namun, jika jeli memahami hal itu, pilihan Ong di atas merupakan cermin kepedulian sangat sedikit/segelintir orang atas nasib bangsanya di tengah situasi ketidakpastian dan kehendak merdeka begitu kuat melekat di dalamnya. Ong seperti melawan arus dengan penuh kesadaran atas apa yang dipikirkan dan dilihatnya waktu itu.
Namun demikian, minat Ong yang sangat besar terhadap politik agraria dalam perjalanan sejarah Indonesia sebagaimana dikupas panjang-lebar secara rinci dalam disertasinya tidak diimbangi dengan obsesinya yang begitu besar dan tak terwujud hingga akhir hayatnya. Ong sangat ingin menulis sebuah buku tentang sejarah peradaban masyarakat Jawa dan menurutnya tanah menjadi persoalan pokok di dalamnya.
Membaca buku ini seolah kita sedang berdialog dan dihadapkan dengan Ong, dengan seluruh kegelisahan intelektualnya sepanjang kariernya sebagai sejarawan, sekaligus membuka celah mengungkap lahan persoalan yang belum digarap Ong. Achdian memang tak merinci apa saja warisan intelektual Ong yang harus dirawat, dilihat lagi, dan dipertanyakan kesahihannya. Akan tetapi, justru di sana sesungguhnya kehadiran buku ini memiliki makna bagi sidang pembaca tentang pentingnya Ong atau Onghokham bagi kita hingga hari ini.
Seolah Ong memberi pesan penting melalui Achdian dalam buku ini bahwa kekinian sesungguhnya mempunyai akar di masa lalu dan sejarah menjadi wahana untuk membaca dan memahami kekinian itu. Pandangan Ong dan pengalamannya tentang dua topik terakhir yang disinggung di atas, yakni mengenai masalah Tionghoa dan peristiwa 1965, memang tak lepas dari pengalamannya. Menurut Achdian, Ong jarang membicarakan masalah Tionghoa di Indonesia dan justru lebih suka berdiskusi tentang soal sejarah dinasti atau penyatuan China. Bagi Achdian, “minimnya” perhatian Ong pada masalah Tionghoa di Indonesia juga tercermin dari tulisannya yang banyak berkutat seputar persoalan di luar masyarakat Tionghoa, misalnya masyarakat Samin, runtuhnya kolonialisme Belanda, dan perubahan sosial di Madiun pada abad ke-19.